Cara Tidak Gila Jadi Pengusaha - Trilogi Mental Wirausaha. Beberapa waktu kebelakang ini kewirausahaan telah menjadi spirit baru bagi masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat dunia. Semangat ini tercermin dari banyaknya kaum muda yang mulai sadar akan peluang sukses melalui kegiatan kewirausahaan.
Sejumlah seminar serta pelatihan wirausaha digelar di berbagai kota oleh berbagai lembaga. Buku-buku yang membahas tentang wirausaha juga semakin banyak diminati masyarakat. Pesan yang disampaikan para penganjur kewirausahaan cukup bervariasi, dan kemudian ada pendapat umum yang menyatakan bahwa “Menjadi Pengusaha Harus Gila”.
Kata gila diterjemahkan “tidak perlu rajin kuliah hingga terkena sanksi Drop Out (DO) kemudian otomatis jadi pengusaha” atau “silakan malas bekerja bagi karyawan, dan suatu hari di-PHK sehingga dalam situasi terdesak dapat menjadi pengusaha”.
Diakui, tidak sedikit para korban Drop Out dan PHK dapat sukses membangun bisnis. Akibat DO dan PHK mereka punya daya juang tinggi, tidak mau kalah dengan mereka yang bekerja atau kuliah dengan tekun. Akan tetapi dalam bisnis tidak ada istilah “formula tunggal”. Jika ada “cara gila”, dipastikan ada “cara tidak gila” jadi pengusaha.
Dan banyak sekali pengusaha sukses yang menerapkan cara-cara tidak gila menjadi pengusaha hebat. Mereka ada yang kuliah hingga lulus dan merintis bisnis hingga sukses. Ada yang mengawalinya dengan menjadi karyawan kemudian menjadi pengusaha. Mereka merencanakan bisnisnya dengan normal dan berhasil melipatgandakan pertumbuhannya bisnisnya.
Trilogi Mental Wirausaha: Antara Cara Yang Gila dan Cara Tidak Gila Jadi Pengusaha
Banyak pakar menyebutkan, entrepreneur adalah orang-orang yang sangat berani mengambil resiko, memiliki daya kreasi dan inovasi yang tinggi, berjiwa kompetisi, cepat tanggap terhadap perubahan, dan berbagai ciri lainnya yang kerap kali makin menjauhkan kita dari impian wirausaha. Banyak pakar yang menyebutkan berbagai macam syarat wirausaha yang justru menghasilkan kesimpulan bahwa hanya orangorang tertentu yang bisa menjadi pengusaha.
Padahal jika kita sepakat untuk membangun masyarakat berbudaya wirausaha, maka kegiatan kewirausahaan haruslah menjadi sebuah kebiasaan yang bisa dilakukan oleh siapapun, baik yang mampu menerapkan “cara gila” maupun “cara tidak gila”.
Melalui pengamatan dan pengalaman, saya menyimpulkan bahwa para pebisnis hebat pada umumnya memiliki 3 ciri dalam menjalankan kehidupannya. Saya menyebutnya Trilogi mental wirausaha, yaitu:
Mental produktif
Orang-orang bermental produktif senantiasa berupaya agar setiap mendapatkan penghasilan selalu berupaya menyisihkannya untuk menciptakan penghasilan baru. Sebuah survey terhadap eksekutif yang berpenghasilan di atas 15 juta/bulan oleh Citibank tahun 2007, menunjukan kenyataan yang sebaliknya.
Pada umumnya mereka menghabiskan gajinya begitu saja. Bahkan 60% dari gajinya digunakan untuk membayar cicilan hutang, sisanya yang 40% untuk belanja konsumtif. Artinya 100 % pengeluaran adalah pengeluaran konsumtif. Cara ini sangat beresiko jika sewaktu-waktu mereka terkena PHK.
Masyarakat perkotaan banyak yang terjebak pada kehidupan yang sangat konsumtif. Mereka berkarir mengejar gaji, namun semakin tinggi gajinya, hutangnya semakin membengkak. Dan celakanya semua hutangnya adalah hutang konsumtif.
Lebih celaka lagi apabila para pedagang menerapkan pola pengelolaan uangnya sebagaimana karyawan. Hampir dapat dipastikan bisnis mereka akan stagnan, seperti tanaman yang tidak diberi pupuk.
Justru mental produktif ini banyak saya temukan di pedesaan yang berbudaya pertanian. Banyak pegawai yang menyisihkan gajinya untuk membeli sawah dan kebun atau untuk mengembangkan lahan pertanian warisan orang tua mereka, sehingga mereka dapat menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi.
Mental pemberdaya
Mental pemberdaya adalah kemampuan dan kebiasaan untuk memimpin dan mendelegasikan pekerjaan. Jika pengusaha pemula terjebak mengerjakan hal teknis terus-menerus, bisnis mereka akan berjalan di tempat.
Hal ini karena fokus perhatiannya bukan pengembangan bisnis melainkan mempertahankan rutinitas pekerjaan. Mereka yang terlalu memfokuskan diri pada hal-hal teknis dan rutinitas sehari-hari, akan terjebak pada kesibukan menegur dan meluruskan kesalahan karyawan, bukan membimbing dan memberdayakannya.
Belajarlah memimpin dalam komunitas terkecil agar mampu menjadi pebisnis yang handal. Para mahasiswa yang terbiasa aktif di kegiatan kemahasiswaan setidaknya sudah memiliki bekal sebagai seorang calon pemimpin. Belajar kepemimpinan yang terbaik adalah langsung praktek memimpin, sambil belajar teorinya.
Mental Tangan di atas
Ini mungkin banyak dilupakan atau malah diabaikan oleh para ilmuwan bisnis. Kita semua mungkin bisa menerapkan ilmu marketing kelas dunia, menerapkan manajemen paling canggih. Apakah dijamin bisa berhasil? Ternyata tidak. Anda boleh menerapkan strategi marketing yang sudah terbukti berhasil di perusahaan lain, namun hal ini tidak serta-merta anda menghasilkan kesuksesan yang sama.
Maka petuah kuno sangat bermanfaat, yaitu “semakin kita banyak memberi, maka semakin banyak mendapatkan”.
cara gila jadi pengusaha, cara tidak gila jadi pengusaha, jadi pengusaha , mental pengusaha, mental tangan diatas, mental pemberdaya, mental produktif, usaha sampingan, bisnis dari rumah, ide bisnis rumahan, usaha bisnis sampingan, usaha kecil menengah, ukm